STORYTELLING SAMPAI UMUR BERAPA?

Setiap saya memberikan workshop storytelling, selalu ada pertanyaan yang berulang.  Sampai umur berapa anak harus diberi storytelling?  

Konsep yang harus diluruskan adalah, storytelling ibu dan anak harus sempurna.  Harus pakai buku, hand puppet dan harus menyiapkan “moral of story”.  Sehingga dalam sebuah workshop dongeng selalu para ibu mengkhawatirkan suara mereka yang cempreng, lupa “moral of story” atau tidak punya hand puppet.  

Ada satu hal penting, yang kadang dilupakan.  Elemen terpenting dalam storytelling adalah “kehangatan” duduk bersama anak.  Atau tiduran sambil peluk2 si kecil.  Storytelling jadi pengikat kehangatan tersebut.  Jalan cerita boleh “berantakan”, yang penting tetap “hangat” dan “menyenangkan”.  Durasi bisa singkat saja.

Lalu, bisa dialihkan jadi “ngobrol santai” dengan anak-anak.  Tadi di sekolah gimana?  Kamu lagi kesel sama siapa?  Kenapa kamu bosan di kelas?  Jangan menasehati, tapi dengar…. dengar…. dengar….  Setelah anak anak puas menumpahkan cerita mereka, biarkan mereka tidur pulas.  

Sampai umur berapa?

Sampai mereka remaja, bahkan sampai mereka kuliah bahkan bekerja.

Mengapa?

Karena sebenarnya tanpa disadari para orang tua bukan sekedar storytelling, tapi membangun “Jembatan Komunikasi” dengan buah hati.  Tidak ada rahasia.  Tidak ada yang ditutupi.

Begitu naksir temen sekelas, anak akan tanpa ragu membagikan perasaan ini pada orang tua.  Saat mereka patah hati, orang tua langsung tahu.  Sampai ketika sang pacar siap melamar, anak akan menyampaikan tanpa ragu.

Sampai situ saja?

Tetap jaga “kehangatan” dan bumbu storytelling ketika anak sudah menikah.  Ibu akan segera tahu, jika anak lagi berantem dengan pasangan.  Atau, anak sedang dalam kesulitan keuangan.  Indah bukan?

You May Also Like

SIAPA STORYTELLER TERBAIK?

MALIN KUNDANG DI MATA ANAK MILLENNIAL

PESAN MORAL DALAM STORYTELLING

MESIN SIMULATOR KEHIDUPAN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *