MALIN KUNDANG DI MATA ANAK MILLENNIAL

Saya pernah diundang di sebuah sekolah swasta.  Acara “Hari Buku Nasional” pada tahun 2012.  Saya  diminta untuk storytelling cerita legendaris “Malin Kundang”.  Tanpa berpikir panjang, saya sepakat menerima tugas tersebut.

Penontonnya adalah murid kelas 1 sampai kelas 3.  Ada sebagian yang nampaknya sudah pernah mendengar cerita ini, namun ada yang nampaknya belum pernah dengar sama sekali.  Bagian Malin Kundang jadi batu, wajah mereka terbelalak sambil berkata, “Oh… no!!  He became a statue?”.

Berhubung sekolah ini menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, tentunya saya melakukan konversasi dalam bahasa Inggris.

“What do you think guys?” tanya saya sangat pede.  

Satu anak angkat tangan, dan dengan sopan anak itu menunggu giliran untuk menjawab.  Jawabannya buat saya “jleb”.

“I am so happy I have a nice mom.  She always forgives all my mistakes.  And love me even more….”  Waduh… lalu anak lain juga menjawab.

“My religion teaches me not to curse to other people…”  

“I am not from West Sumatra, so it won’t happen to me…”

“I think the mother should learn how to forgive the son.  She is not cool miss!”.

Dahsyatnya anak anak jaman sekarang, pikir saya senewen. Biasanya, kita selalu membela sang ibu, bukan?  Tapi dimata millennial kecil, justru sang ibu yang bermasalah.   Cerita Malin Kundang di mata mereka, dikupas dari segi suku, agama dan sifat seseorang. Saya saja tidak pernah berpikir ke arah itu.  Storytelling cerita legendaris saya telan bulat2, tanpa pernah berpikir kritis. Tidak pernah saya merasa segagal itu dalam storytelling.  Rasanya malu berat…

Lucunya, para guru merasa acara storytelling itu sukses, karena interaktifnya bagus.  Jangan-jangan para guru tidak menyimak benar kualitas jawaban para murid.   

Ketika saya mengetik artikel ini, saya masih punya pertanyaan yang sama.  Apakah dongeng2 Indonesia perlu di reformasi?  Atau, kita harus lebih bijak lagi dalam menyampaikan cerita?

You May Also Like

SIAPA STORYTELLER TERBAIK?

STORYTELLING SAMPAI UMUR BERAPA?

PESAN MORAL DALAM STORYTELLING

MESIN SIMULATOR KEHIDUPAN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *