LEADER HARUS GIMANA?
Ada sebuah perusahaan di luar kota Jakarta, mengundang saya dua kali mengajar dalam kurun waktu 3 tahun. Pertama kali datang, saya berjumpa dengan pemimpin yang menurut saya banyak kekurangannya. Sebut saja Bapak A. Dia lupa hari tersebut ada training! Otomatis proses training jadi tidak lancar. Tapi, selama mengajar suasananya menyenangkan sekali. Partisipan belajar dengan hati gembira dan santai. Hasil pre & post test pun bagus!
3 tahun kemudian, saya kembali mengajar di perusahaan tersebut. Saya menemui pemimpin baru yang jauh lebih tertib dan rapi kerjanya. Sebut saja Bapak B. Persiapan training sangat baik, lengkap dan memadai. Tapi, saya merasakan partisipan bersikap kaku, dan tegang. Padahal mereka adalah partisipan sama, yang sudah mengenal saya.
Setelah training selesai, saya diajak makan duren di warung terdekat. Sambil ngobrol, saya tanya, bagaimana rasanya dipimpin Bapak B? Seorang partisipan berkata perlahan, “Kami kangen tau, dengan Bapak A…” Waduh!
Mulailah mereka bercerita, bagaimana Bapak A, selalu bercerita dengan runut tentang proses mengerjakan projek. Jadi mereka paham betul ketika menjalankan sebuah projek penting. Team work terbentuk dengan sempurna. Bapak A bisa menceritakan dengan seru apa visi misi kantor mereka. Staff bisa fokus pada tujuan perusahaan. Jelas sekali apa yang diharapkan perusahaan dari para staff.
Seorang ibu berkata, bahwa Bapak A juga mau mendengar curhat mereka. Tidak lupa, Bapak A juga mau mendengar kisah patah hati anak muda di kantor.
“Kami kangen bisa saling cerita dengan Bapak A, mbak…” ujar sedih mereka. Saya berpikir, inilah “The Power of Storytelling”.
Saya bukan ahli trainer Leadership.
Tapi, hari itu saya buat catatan besar dalam buku harian saya.
Ternyata untuk menjadi seorang Leader, harus belajar menjadi seorang “Storyteller” yang baik.
Storytelling menyentuh hati, dan buat rasa “adem” di hati untuk lebih berdedikasi.